Seperti tertuang dalam lontar Babad Kayuselem lan Bali Mula yang telah dikaji ke dalam babad Catur Sanak Warih Ida Mpu Kamareka Miwah Pra Sanak Bali Mula, pada tahun 988 M atau caka 910, Bali diperintah oleh Raja Sri Udayana Warmadewa dan istrinya Sri Mahendradatta. Untuk mengatasi per-tentangan aliran 6 (enam) sekte agama hindu di Bali yakni Sambhu, Khala, Brahma, Wisnu, Bhayu dan Icwara, diundanglah Panca Thirta (lima pendeta) Mpu Gnijaya, Mpu Sumeru, Mpu Kuturan, Mpu Ghana, serta Mpu Beradah ke Bali.
Tahun 999 masehi atau caka 921, Mpu Sumeru turun ke Bali guna menghadap bhatara Putrajaya di Besakih dan Bhatara Gnijaya di Lempuyang. Dalam perjalanannya, Mpu Sumeru melewati kuntul gading (Kedisan). Di tempat yang disebut dengan nama Tampurhyang, beliau lalu beristirahat sejenak sambil mencuci muka.
Tak lama berselang, beliau melanjutkan perjalanan sambil melihat alam sekitar hingga sampai di kaki Gunung Batur. Di tempat ini, Mpu Sumeru menemui orang-orang Bali Mula yang sedang bekerumun menyaksikan dan mengagumi “Tuwed” Kayu Celagi yang berwarna hitam seperti Linggir (patung berbentuk orang bertapa).
Tak terkecuali, Mpu Sumeru juga mengagumi hal ini dan terketuk untuk menjelmakan Tuwed Kayu Celagi ini menjadi seorang manusia. Dengan ilmu kesaktian dan gaib yang disebut dengan Kasiddy Jnana ditambah Panca Bayu, Mpu Sumeru beryoga dan berhasil menjelmakan Tuwed Kayu Celagi menjadi manusia. Selanjutnya, hasil penjelmaan ini diberinya nama Ki Kayureka. Ki Kayureka ini sebenarnya sebelumnya terlahir di Tampurhyang bersamaan dengan kelahiran Ki Ketok Pita (berasal dari Toktokan Nyuh Gading), Ki Abang (berasal dari Tanah Barak), Ki Tewel (berasal dari Tuwed Kayu Nangka). Sekarang ini, keempat penjelmaan ini disebut dengan orang Bali Mula.
Kembali, ketika tersadar dari proses penjelmaannya, Ki Kayureka langsung menghaturkan sembah dan sujud kepada Mpu Sumeru. Sebagai layaknya manusia berbudi, Ki Kayureka memohon agar Mpu Sumeru menganugrahkan Sang Hyang Aji Saraswati (ilmu Agama Hindu berdasarkan sastra).
Awalnya, Mpu Sumeru keberatan dengan permohonan Ki Kayureka. Alasannya, Ki Kayureka bukanlah mereupakan keturunan manusia biasa. Tak lama, alasan ini berubah setelah mendengar suara gaib dari langit yang ternyata merupakan wahyu Hyang Pramesti Guru. Tak ayal, Mpu Sumeru tak berpikir panjang. Beliau langsung menganugrahkan Sang Hyang Aji Saraswati (ajaran suci Agama Hindu) kepada Ki Kayureka. Setelah menguasai Sang Hyang Aji Saraswati, Ki Kayureka dipodgala/dwijati oleh Mpu Sumeru menjadi bhujangga Bali dengan sebutan Mpu Bendesa Dryakah. Orang-orang Bali Mula awalnya menyebut Bhujangga Mpu Bendesa Dryakah Jro Gde sebagai panggilan kehormatan.
Untuk lebih sempurnanya keutamaan Mpu Bendesa Dryakala, Mpu Sumeru kembali menganugrahkan Sang Hyang Aji Saraswati sehingga pikiran Mpu Dryakah lebih terang. Sejak saat itu nama beliau diganti menjadi Mpu Kamareka.
Dalam perjalanan hidupnya, Mpu Kamareka selanjutnya “alaki rabi” dengan Dedari Kuning dari khayangan. Setelah beberapa tahun hidup menjadi pasangan suami istri, lahirlah anak pertama yang kembar buncing. Si laki-laki dinamakan Ki Kayu Ireng, sedangkan yang perempuan bernama Ni Kayu Cemeng. Atas restu Mpu Kamareka, Ki Kayu Ireng kawin dengan saudara kembarnya sendiri yang tak lain adalah Ni Kayu Cemeng.
Dari perkawinan, Ki Kayu Ireng dengan Ni Kayu Cemeng lahirlah lima orang anak. Dari jumlah ini, satu diantaranya adalah seorang putri yang diberi nama Ni Kayu Ireng. Sedangkan sisanya berjenis kelamin laki-laki yang masing-masing bernama Ki Kayu Ireng, Ki Made Celagi, Ki Nyoman Tarunyan, Ki Ketut Kayuan.
Keempat putranya ini didiksa oleh Mpu Kamareka dan diberi gelar bhujangga menjadi Mpu Kayu Ireng, Mpu Made Celagi, Mpu Nyoman Tarunyan, dan Mpu Ketut Kayuan. Keempatnya disebut denggan Sang Catur Bhujangga.
Oleh Mpu Kamareka, Sang Catur Bhujangga diberi tugas menyebarkan ajaran agama ke seluruh Bali. Sejak saat itulah Sang Catur Bhujangga kesah dari Tampurhyang dan mencari tempat masing-masing. Mpu Kayu Ireng kesah ke Panti Desa (Kayu Selem di Desa Songan), Mpu Made Celagi kesah ke Pedahan Karangasem, Mpu Nyoman Tarunyan kesah Kebelong (Tarunyan) dan Mpu Kayuan kesah ke Panarajon / Belingkang tepatnya di Desa Siakin Kintamani Bangli.
- B H I S A M A -
Dalam perjalanannya, Mpu Sumeru dan Mpu Kamareka mengeluarkan bhisama sebagai berikut:
Bhisama Mpu Sumeru pada Mpu Kamareka:
- Kelak apa bila kamu meninggal hendaknya disucikan oleh “Mpu keturunanmu”
- Bila keturunanmu tidak ada madeg Mpu, bisa diselesaikan oleh keturunanmu dengan me-mohon tirta pangentas di pura kawitan sesuai tata cara memohon tirta pengentas yang telah aku berikan.
- Penyelesaian upacaranya ridak boleh dilaku-kan oleh pendeta sembarangan. Kenapa begitu? Karena anakku berasal dari dewa yang dulunya bersemayam pada towed kayu. Anakku wenang mrayascita mayat orang Bali Mula.
- Dan Keturunanmu tidak boleh berpisah dari keturunanmu Empu Gni Jaya dan Empu Galuh karena beliau adalah bagian dari Panca Tirta atau lasim juga disebut Sang Panca Rsi.
Bhisama Mpu Kamareka pada Mpu Gnijaya Mahireng serta keturunannya:
- Apabila ada kuturunan dari Mpu Gni Jaya dan keturunan dari Mpu Galuh, keturunanmu boleh alap silih alap dan sembah silih sembah.
- Jangan membakar jenazah dekat Pura Panarajon, Puncak Tegeh, Ulun Danu, dan Pura Batur. Tapi apabila ada yang jauh diluar pura ini boleh membakar jenazah dengan upacara pangesengan sawa.
- Seluruh Keturunanmu nanti yang telah mampu menghayati Sanghyang Aji Saraswati (ajaran agama) berhak mediksa menjadi Brahmana atau Pendeta “Brahmana Pujangga (Empu) setidak-tidaknya boleh bergelar Brahmana pertapa (Dukuh)”.
- Beritahukan pada seluruh keturunanmu tentang titi gegaduhan, dan jangan lupa melaksanakan upacara piodalan di Pura Tampurhyang, ditempat dimana kamu dan orang Bali Mula awalnya tercipta.
- Jika ada keturunan MU yang tidak mentaati titi gegaduhan, akan kena kutukanku.
Sebetulnya kami belum paham ttng asal usul penglingsir mendirikan pura pasek asti, dari manakah sebetulnya leluhur kami atatu ketrunan empu manakah.klo pembaca paham sejarah ttng pasek mohon kementari pertanyaan kami ini, suksma
ReplyDeletedimanakah pura kawitan warga pasek kayu selem yg sebenarnya di pura tampurhyang atau di pura gwasong. tolong pencerahannya.....
ReplyDelete